Bad Luck Muhaemin |
#SeptemberWish
#Wishuda #HidupMahasiswa !!!
Bulan september ini
saya officialy berumur 22, dan saya
masih MAHASISWA (hidup mahasiswa), masih minta uang sama ortu, masih jomblo single fokus nyusun skripsi demi wisuda bulaN desember. Di umur 22 ini saya belum
mencapai apapun, pekerjaan sehari-hari hanya diam dirumah menunggu kapan sidang
skripsi *yeah
akhirnya juga!!!*. Bulan ini saya akan menghadapi 2 sidang. Pertama, sidang skripsi *padahal revisi penguji masih gantung*. Kedua sidang tilang, gara-gara pas nganter ibu kena
razia karena hanya memakai 1 helm.
Postingan ini bukan mau menceritakan tentang perjuangan skripsi saya, tapi saya
mau berbagi pandangan, paradigma,
pendapat pengalaman saya terhadap aparat kepolisian berdasarkan yang saya alami.
September ini bukan hanya bulan ultah saya, tapi september ini juga tepat 5 tahun saya memiliki SIM yang artinya harus diperpanjang.
Inget perpanjang SIM juga, pas liat tweet dosen lagi perpanjang sim. Tepat jam 11, hanya cuci muka langsung bergegas
ke sebuah mall terbesar di tasikmalaya, untuk perpanjang SIM di outlet SIM. Ternyata kata petugas,
"kartunya habis, coba besok saja atau langsung ke kantor." Karena sudah terlanjur keluar rumah, akhirnya
dari outlet SIM langsung ke polres. Tepat jam 11.30 sampai di loket SIM. "Maaf
sedang istirahat, nanti jam 1 baru kembali". Shitttt, padahal ada tulisan
istirahat jam 12.00-13,00. Menunggu lah saya bersama yg lain. *FYI: ini pertama kalinya urus SIM sendiri*. Karena ngga tahu
bagaimana prosedur perpanjang sim, tanya sama bapak-bapak di sebelah. "Mau
perpanjang? Bareng aja hayouu" ngikutlah saya. Perasaan saya mulai ngga beres, karena malah
keluar dari lingkungan polres. "wah calo nih caloo" (dalam hati). Setelah sampai gerbang luar dan si bapak lengah, akhirnya
saya belok ke bagian pemeriksaan tamu. Pas nanya mau perpanjang sim, eh si
bapak polisi malah nawarin jalur cepat. "perpanjang sekarang 175rb+tes kesehatan, kalo mau cepet." (Padahal terpampang spanduk
"Hindari calo blabla bla...) Belok lagi saya ke bagian pengurusan sim.
Tanya-tanya, ternyata harus periksa kesehatan tes kesehatan dulu di sebrang.
Shit shit jauuuuuhh jalan kaki. Sampai langsung cek tekanan darah, tanya
tinggi, berat langsung tanda bulat SEHAT dan bayar 25rb tanpa kwitansi. Hanya formalitas menurut saya, bayar 25rb
cuma buat cek tekanan darah, di tukang keliling bayar 2,3rb juga bisa. Balik
lagi langsung kasih sim dulu+keterangan sehat, dipanggil isi form bayar 150rb tanpa kwitansi. Menurut saya seharusnya untuk proses pembuatan sim untuk
sekelas polres harus ada kasir+struk bukti
pembayaran. Karena ini bisa menjadi lahan basah buat para oknum. Oknum tinggal bilang "bayar segini" tanpa si pemohon tau
tarif resmi.
Hari selanjutnya, hari ini seperti biasa antar ibu saya.
Seperti biasa hanya memakai satu helm. Apesnya sedang ada razia, langsung
kepinggir menunjukan sim+stnk. "ini kenapa?", "helm pa"
"mau sidang apa gimana?" "sidang saja" (stnk ditahan). Pasti tau kan info yg bertebaran di sosmed, soal: kalau
kena tilang, kita tinggal bayar ke bank, menunjukkan bukti pembayaran langsung
bisa ambil kembali stnk. Itu saya tanyakan, sama pak pol, tapi katanya sudah ngga
bisa, kalo mau coba silakan coba *aint nobody got time for that*. Kembali lah saya anter ibu saya, dan sidang tilang tanggal 20september...
Menurut hemat saya, hahahaaaa borossss... Dari 2 kejadian saya menyimpulkan ini adalah lingakaran setan. Kita
butuh urusan cepat, polisi
memberikan pilihan. Oknum polisi
sebenarnya, tidak semua polisi
seperti yang kita bayangkan. Tapi mayoritas
memang oknum. Mungkin hanya saat TK
dan SD saya melihat pekerjaan polisi
adalah pekerjaan yg hebat dan kerenn. Tapii sekarangggggg ahhh ahh #facepalm.
Sebenarnya kalo kita pake jasa calo
atau tilang damai, kita itu tidak ada bedanya sama koruptor/suap'er macam
susno, djoko susilo, fatonah, angel sondakh, gayuss, nazarr (terlalu banyak
para koruptor yg harus d sebutkan), cuma beda kelas, kita itu penyuap kelas teri,
sedangkan mereka itu penyuap kelas kakap
(blue marline). Iya apa iya?. Jabatan saja yang berbeda, kalau kita
punya jabatan kaya mereka mungkin kita juga bakal melakukan hal sama. Jalan
pintas, suap, korup sudah jadi budaya di indonesia. Urusan kecil sampai besar tanpa
pelicin tidak akan jalan. Ini adalah
lingkaran setan yang tidak akan putus-putus terus berputar. Jangan banyak
teriak-teriak soal koruptor kalau
kita masih menggunakan jalan pintas, praktek suap, uang pelicin.
Pengalaman diatas bukan mau menampilkan kalau saya ini
bersih atau orang jujur, saya cuma ingin cari pengalaman di umur 22
ini, ingin tahu bagaimana perpanjang sim, sidang tilang. Karena kebanyakan
urusan saya masih dibantu orang tua. Termasuk bayar sim+sidang tilang,
masih minta uang sama ortu. Saya belum menghasilkan apa-apa, disini saya
hanya berpandangan+berbagi
pengalaman.
Terakhir, mudah-mudahan bulan ini saya lulus sidang amien. "Jadi
mahasiswa gampang, tapi susaah bikin skripsi"
lihat juga warna kertas tilangnya,
ReplyDeletekalau merah, berarti melawan aparat.
kalau biru (entah hijau, wkwkwk) itu berarti mengakui kesalahan dan bisa bayar transfer ke bank
suruh minta difoto aja oknum polisinya. pasti takut tuh.
warna pink gan, saya ngga tau soal aturan warna bukti pelanggaran...
ReplyDeleteMaklum surat tilang pertama...
foto polisi??? aint nobody got time for that *meme*